rumipos.com – Makassar – Badan Gizi Nasional (BGN) menyiapkan dana fantastis sebesar Rp 8,2 triliun untuk mendukung program makan bergizi gratis bagi para siswa di Sulawesi Selatan. Program ini ditargetkan tersebar melalui 828 dapur layanan gizi atau yang dikenal sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Namun hingga pertengahan Juli 2025, baru sekitar 76 dapur yang beroperasi aktif. Deputi Bidang Penyediaan dan Penyaluran BGN, Brigjen (Purn) Suardi Samiran, menekankan pentingnya sinergi dengan pemerintah daerah agar target pembangunan seluruh dapur tersebut dapat tercapai.
“BGN bukan bisa berjalan sendiri. Pemda harus ambil bagian karena pelaksanaannya melibatkan dinas-dinas di daerah,” ujar Suardi dalam kegiatan pelatihan petugas penyaji makanan yang digelar di Makassar, Sabtu (19/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa dapur-dapur tersebut akan menjadi pusat produksi makanan sehat bagi siswa. Dalam skemanya, setiap dapur diperkirakan mengolah sekitar 300 kilogram beras setiap harinya, sehingga jika semua dapur aktif, kebutuhan beras harian bisa mencapai 24 ton.
Suardi juga menekankan pentingnya menjaga kelancaran distribusi bahan pangan, khususnya dari wilayah penghasil sayur dan beras di Sulsel seperti Tompobulu, Malakaji, dan Malino. Kestabilan pasokan bahan baku menjadi faktor kunci dalam keberhasilan program ini.
“Jangan hanya lihat dari sisi makanan siap santap, tapi juga bagaimana rantai pasok tetap aman dan lancar,” ujarnya.
Dengan alokasi Rp 45 juta per dapur per hari, dana yang dikeluarkan bisa mencapai Rp 1 miliar per bulan untuk satu dapur. Total anggaran tahunan sebesar Rp 8,2 triliun disiapkan agar seluruh kabupaten/kota di Sulsel dapat memiliki dapur MBG.
BGN juga membuka peluang kerja sama dengan pelaku usaha swasta yang ingin membangun dapur secara mandiri. Proses pengajuan dilakukan secara digital dan akan melalui tahapan verifikasi hingga penandatanganan kerja sama.
Selain itu, para petugas penyaji makanan yang dilatih dalam program ini juga akan dilindungi melalui kerja sama BGN dengan BPJS Ketenagakerjaan. “Kami ingin mereka bekerja dengan tenang. Risiko kerja tetap ada, jadi harus ada perlindungan,” kata Suardi.
Sebanyak 550 peserta turut serta dalam pelatihan tersebut, yang dirancang untuk memastikan kebersihan, kualitas, dan keamanan makanan yang akan disajikan kepada siswa.